Hi Temanasa
Gimana kabarnya hari ini? Gimana weekendnya? Bisa dihabiskan dengan menyenangkan dan menambah energi untuk mengawali minggu ini? Atau mungkin ada juga yang weekendnya berantakan karena berantem dengan pasangan?
Ngomongin berantem, aku jadi inget waktu awal menikah, aku dan suamiku selalu berbeda keinginan tentang dimana kami ingin menghabiskan waktu weekend. Aku ingin di rumah, dia ingin duduk-duduk di cafe. Karena masalahnya berulang dan ga berusaha diselesaikan, sempat jadi ribut besar.
Kenapa sih sampai ribut? Ya karena ga nemu jalan tengahnya.
Kenapa ga ya udah sendiri-sendiri aja, aku di rumah dan dia ke cafe? Karena saat itu masih awal nikah banget nih temanasa, kemana-mana pengennya berdua melulu. Apalagi senin – jumat sama-sama kerja jadi ketemu malam aja. Seringnya malam ketemu juga cuma sebentar karena habis itu kami tidur. Dengan kondisi ini, menjadikan weekend waktu untuk we-time adalah suatu kewajiban.
Terus gimana dong win-win nya?
Aku lupa juga sih awalnya gimana, tapi memang ketika aku lagi diam di kamar kemudian aku bisa mikir kenapa ya dia ga mau di rumah aja? Segala analisa muncul di kepalaku antara lain: kan yang introvert dia jadi mestinya dia mau dong di rumah. Kemudian aku mulai menggali lagi kemungkinan-kemungkinan yang ada untuk menjawab pertanyaan: kenapa dia yang introvert kok lebih milih keluar rumah dibanding diem di rumah aja sih?
Dan jawabannya adalah:
- Jadi introvert bukan artinya selalu dan melulu di rumah. Biasanya orang introvert butuh recharging energi dengan berada di tempat yang nyaman dan jauh dari keramaian, tapi bukan artinya selalu di rumah.
- Pekerjaannya membuat dia stres sehingga dia punya kebutuhan yang tinggi untuk pergi di weekend.
Dengan berusaha memahami ini, aku mencoba untuk berbicara lagi dengan dia. Dan voila! Akhirnya nemu jalan tengahnya.
Walau kita merasa udah paham banget sama pasangan kita, tapi kadang kalau ketemu situasi yang bertabrakan dengan kebutuhan kita maka jadi sulit memahaminya. Oleh karenanya kita perlu empati ke pasangan dan tentunya mau kompromi juga. Ini ga gampang, butuh banget latihan tapi perlu diinget bahwa perjalanan bersama pasangan ini mau kita anggap apa sih? Mau kita anggap sebagai perjalanan yang panjang dan menyenangkan, atau yang penting aku bahagia? Kalau jawabannya panjang dan menyenangkan, maka jadikan setiap konflik jadi pembelajaran baik untuk diri sendiri maupun diri pasangan, dan setiap momen indah jadi kenangan yang selalu mengingatkan kita akan komitmen kita bersamanya. Mari sama-sama berproses 🙂
Anna Deasyana, M.Psi, Psikolog